Selasa, 01 Mei 2012

PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dalam Kontroversi Kasus Pemailitan


Musim perusahaan asuransi digugat ke pengadilan rupanya belum usai. Setelah PT Prudential Life Assurance dinyatakan pailit, kini giliran PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) menghadapi gugatan perdata di PN Jakarta Pusat. Berdasarkan catatan hukumonline, antara tahun 2001-2002 AJMI sempat menghadapi serangkaian permohonan pailit di Pengadilan Niaga. Artinya, bagi AJMI berperkara di pengadilan bukanlah hal yang baru.

PT.AJMI adalah suatu perusahaan asuransi yang didirikan oleh Manulife Financial Corporation (Manulife) dari Kanada dengan saham 51 %,Dharmala Sakti Sejahtera,TBK. Dengan saham 40% dan International Finance Corporation (IFC) dengan saham sebesar 9%. Manulife adalah perusahaan publik yang besar di Kanada, sedangkan IFC adalah suatu perusahaan milik dana pensiun karyawan World Bank.

Permohonan kepailitan PT.AJMI diajukan oleh PT.Dharmala Sakti Sejahtera.TBK (PT.DSS), dengan alasan tidak membayar deviden keuntungan perusahaan tahun 1998. PT.AJMI dimohonkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk dinyatakan pailit oleh PT.DSS yang pada tahun 1998 memiliki 40% saham PT.AJMI, sesudah PT.DSS pailit, saham PT.AJMI miliknya dilelang dan dibeli oleh manulife. Alasan PT.DSS mempailitkan PT.AJMI adalah dengan dinyatakan PT.AJMI pailit, segala sesuatu yang menyangkut pengurusan harta kekayaan PT.DSS (sebagai debitor pailit) sepenuhnya dilakukan oleh Kurator.

PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) menghadapi gugatan perdata di PN Jakarta Pusat.antara tahun 2001-2002 AJMI sempat menghadapi serangkaian permohonan pailit di Pengadilan Niaga. Artinya, bagi AJMI berperkara di pengadilan bukanlah hal yang baru.PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk (DSS/dalam pailit), yang diwakili kuratornya, merasa bahwa mereka berhak mendapatkan pembagian dividen dari AJMI di tahun 1999. Pasalnya, berdasarkan akta perjanjian usaha patungan 10 Juni 1988, DSS adalah pemegang 40 persen saham AJMI. Di perjanjian yang sama, dinyatakan bahwa DSS berhak mendapat pembagian dividen sebesar 40 persen dari laba atau surplus yang diperoleh AJMI sesuai dengan laporan keuangan.

Adapun hal-hal yang mengakibatkan kontroversi putusan pailit PT AJMI adalah PT AJMI yang memiliki posisi keuangan per Maret 2000: Aset yang diakui Rp 1,812 miliar, kewajiban Rp 1,596 miliar, tingkat solvensi Rp 216 miliar dinyatakan pailit atas dasar tuntutan yang besarnya Rp 32 miliar. Dapatkah bila aktiva yang lebih besar dari pasiva dipailitkan oleh Kreditor? Kemudian apa yang dituntutkan oleh Kurator PT. DSS adalah klaim atas hak pembayaran dividen pada tahun 1999. Permasalahannya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. AJMI tahun 1999 telah diputuskan, PT. AJMI tidak akan melakukan pembayaran dividen, dalam rangka meningkatkan Rasio Kecukupan Modal/Risk Base Capital (RBC).

DSS yang dinyatakan pailit pada September 2000, mengklaim mereka berhak mendapatkan pembagian dividen AJMI untuk tahun buku 1999 plus dividen antara Januari-September 2000. Sampai dengan gugatan ini didaftarkan, akan tetapi AJMI tak kunjung membayar dividen tersebut.

Dalam gugatannya, DSS mengklaim AJMI harus membayar lebih dari Rp164 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari :

1. pembagian dividen tahun buku 1999 plus bunga selama 4 tahun 4 bulan,

2. ditambah dividen Januari-September 2000,

3. beserta bunga selama 3 tahun 4 bulan.

Untuk memperkuat dasar gugatannya, kurator DSS di dalam gugatan juga menyinggung-nyinggung putusan PN Niaga dan kasasi perkara kepailitan AJMI. Di putusan PN Niaga yang menyatakan AJMI pailit, kurator DSS menyatakan bahwa ada pertimbangan hukum yang menyatakan kalau utang AJMI belum dibayar kepada DSS.

kuasa hukum AJMI, menyatakan bahwa kurator DSS tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan. Pasalnya, saham AJMI yang dulu dimiliki DSS sudah dikuasai oleh Manufacturer Life Insurance. keputusan untuk tidak membagikan dividen AJMI tahun 1999 ke pemegang sahamnya, termasuk ke DSS, adalah keputusan RUPS. Menurutnya, keputusan RUPS untuk menunda pembagian dividen lantaran AJMI harus memenuhi ketentuan Risk Based Capital (RBC) yang berlaku untuk perusahaan asuransi.

refrensi :
http://www.researchgate.net/publication/42354280_Hukum_Kepailitan_Dalam_Kontroversi_Kasus_Pemailitan_(Studi_Kasus_PT._Asuransi_Jiwa_Manulife_Indonesia http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol10583/kasus-manulife-kembali-muncul-ke-permukaan http://eprints.undip.ac.id/17889/1/ISNANDAR_SYAHPUTRA_NASUTION.pdf

0 komentar: