Rabu, 27 Juni 2012

Kepailitan


Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.

Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.

Undang - Undang Tentang Kepailitan

Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening. Dalam tahun 1960-an, 1970-an secara relatip masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan negeri. Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.

Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135). Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi sekedar mengubah dan menambah. Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan (Faillissements Verordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348) yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali.

Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan.

Pihak yang dapat mengajukan kepailitan yaitu:

1. atas permohonan debitur sendiri.

2. atas permintaan seorang atau lebih kreditur.

3. oleh kejaksaan atas kepentingan umum.

4. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank.

5. oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Pernyataan pailit, mengakibatkan debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan putusan kepailitan. Dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya, maka oleh Undang-Undang Kepailitan ditetapkan bahwa terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, KURATOR berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kurator tersebut ditunjuk bersamaan dengan Hakim Pengawas pada saat putusan pernyataan pailit dibacakan.

Dengan demikian jelaslah, bahwa akibat hukum bagi debitur setelah dinyatakan pailit adalah bahwa ia tidak boleh lagi mengurus harta kekayaannya yang dinyatakan pailit, dan selanjutnya yang akan mengurus harta kekayaan atau perusahaan debitur pailit tersebut adalah Kurator. Untuk menjaga dan mengawasi tugas seorang kurator, pengadilan menunjuk seorang hakim pengawas, yang mengawasi perjalan proses kepailitan (pengurusan dan pemberesan harta pailit). Apabila debitor adalah perseroan terbatas, organ perseroan tersebut tetapberfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkanberkurangnya harta pailit maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit adalah wewenang kurator.

Namun ketentuan sebagaimana Pasal 21 diatas tidak berlaku terhadap barang-barang sebagai berikut :

1. Benda, termasuk hewan yang benar – benar dibutuhkan oleh debitor sehubungandengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur, dan perlengkapan yang digunakan oleh debitor dankeluarganya.

2. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaanya sendiri.

3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberinafkah menurut undang-undang.

Pihak – Pihak Yang Terkait dalam Pengurusan Harta Pailit

Dalam penguasaaan dan pengurusan harta pailit yang terlibat tidak hanyakurator, tetapi masih terdapat pihak-pihak lain yang telibat adalah sebagai berikut :

1. Hakim pengawas bertugas untuk mengawasi pengurusan dan pemberesanharta pailit.

2. Kurator bertugas melakukan pegurusan dan atau pemberesan harta pailit.

3. Panitia Kreditor dalam putusan pailit atau dengan penetapan , kemudianpengadilan dapat membentuk panitia kreditor, terdiri atas tiga orang yangdipilih dari kreditor yang telah mendaftarkan diri untuk diverfikasi , denganmaksud memberikan nasihat kepada kurator.

Refrensi :

http://hikmaningtyas.blogspot.com/2012/05/pengertian-perusahaan-pailit.html

http://ugik013-neverendingjourney.blogspot.com/2009/02/kepailitan.html

http://lintangasmara.wordpress.com/2011/05/16/bab-11-kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang/

Bakrie Life Kesulitan Bayar Utang untuk Para Nasabah ?


Tidak bisa di pungkiri, meskipun perusahaan tersebut telah berkibar namanya ternyata masih ada saja yang tidak mampu membayar utang kepada para nasabahnya, tidak terkecuali dengan perusahaan asuransi yang satu ini "Bakrie Life" seperti yang akan dikutip dari website Tempo. berikut artikel yang berkaitan dengan perusahaan asuransi tersebut.

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Bakrie Life Timoer Sutanto mengaku pihaknya kesulitan membayar utang kepada 200 nasabah Diamond Investa sebesar Rp 260 miliar. Timoer mengatakan perseroan meminta bantuan Group Bakrie agar membantu melunasi utang. "Problemnya memang cashflow group yang terbatas dengan total kewajiban bukan hanya Bakrie Life," katanya melalui pesan pendek kepada Tempo, Kamis, 28 Juli 2011.

Meskipun mandeg, Timoer yakin Group Bakrie akan memenuhi janjinya. "Komitmen untuk menyelesaikan kewajiban Bakrie Life telah disampaikan pemegang saham kepada Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan," ujarnya.

Timoer berjanji pembayaran cicilan utang segera dilakukan. "Sedang diusahakan dan mudah-mudahan tidak lama lagi ada pembayaran."

Perwakilan nasabah, Yoseph, terus menghubungi Bapepam-LK dan Dewan Perwakilan Rakyat agar memanggil manajemen Bakrie Life. "Kami minta dipertemukan lagi," katanya. Menurut Yoseph, nasabah Diamond Investa berencana menggelar demonstrasi pada 1 Agustus mendatang. "Terpaksa kami lakukan," ujarnya.

Cicilan Bakrie Life yang belum dibayarkan adalah utang yang jatuh tempo pada September (sisa 45 persen) dan Desember 2010 serta Maret dan Juni 2011. Setiap jatuh tempo Bakrie Life harus membayar Rp 20 miliar. Cicilan terakhir jatuh pada Januari 2012.

Refrensi :

http://www.tempo.co/read/news/2011/07/28/090348827/Bakrie-Life-Kesulitan-Bayar-Utang-Nasabah

Pemailitan Perusahaan Asuransi


Sejak bergulirnya reformasi hingga April 2004, sudah ada empat perusahaan asuransi yang dipailitkan terdiri dari tiga perusahaan asuransi jiwa dan satu asuransi umum. Dari keempat perusahaan asuransi tersebut, dua merupakan perusahaan patungan, yang nota bene sehat alias "solvent" dan dua perusahaan asuransi lokal yang memang "insolvent".

Juli 2002 perusahaan asuransi jiwa patungan Kanada dengan Indonesia (Manulife) dipailitkan oleh pemegang saham lokalnya. Kini perusahaan asuransi jiwa Prudential Life Assurance yang berasal dari Inggris, dipailitkan oleh konsultan keagenannya.

Kedua kreditur perusahaan asuransi jiwa tersebut (Manulife dan Prudential) yang meminta Pengadilan Niaga untuk mempailitkan perusahaan adalah bukan pemegang polis dan kasus ini tidak ada hubungannya dengan wanprestasi perusahaan asuransi yang tidak membayar kewajibannya dalam bentuk klaim asuransi.

Ketukan Palu Hakim Yang Mematikan

Kemelut dipicu oleh ketukan palu yang diayunkan oleh Ketua Majelis Hakim Putu Supadmi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu. Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan gugatan pailit terhadap PT Prudential Life Assurance. Alasannya, perusahaan ini terbukti mempunyai utang Rp 1,43 miliar yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Konsekuensi dari putusan hakim, pengoperasian Prudential lalu diserahkan ke kurator.

Kurator Yuhelson, yang ditunjuk oleh hakim, pun langsung membuat keputusan yang mengejutkan. Ia segera menghentikan aktivitas Prudential dan meminta pihak Bank Indonesia sekaligus badan pasar modal supaya membekukan rekening dan aset perusahaan ini. Sebuah langkah yang menimbulkan reaksi keras tak hanya dari pihak Prudential, tapi juga para nasabahnya.

Akhirnya, Kamis pekan lalu Hakim Pengawas Binsar Siregar buru-buru menetapkan: kantor Prudential harus tetap buka agar tak menimbulkan keguncangan ekonomi. "Seluruh nasabah pemegang polis, karyawan, dan agen juga dapat menjalankan hak dan kewajibannya sebagaimana keadaan sebelum dipailitkan," kata Binsar. Ia pun meminta agar perintah pembekuan rekening Prudential dibatalkan.

Selesaikah persoalan? Belum. Soalnya, Prudential Life tetap saja dalam status dipailitkan. Pengadilan semestinya tidak bisa menyatakan sebuah perusahaan pailit, karena bisa merusak perekonomian. Apalagi, jumlah utang yang ditanggung Prudential tak sebanding dengan aset yang dimiliki perusahaan ini yang mencapai triliunan rupiah. Putusan itu muncul karena Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 masih memberikan peluang kepada hakim, dan sampai kini belum direvisi.

Gugatan pailit merupakan buntut perseteruan Prudential dengan agen asuransi, yakni Lee Boon Siong, Hartono Hojana, dan Budiman. Lee, seorang warga negara Malaysia, merasa dirugikan oleh Prudential karena bonusnya selama bekerja sama dengan perusahaan ini tidak dibayar. Duit yang dituntut meliputi bonus pencapaian target, rekrutmen anggota, konsistensi dan biaya perjalanan, yang totalnya mencapai Rp 10 miliar. Bahkan, kalau perjanjian tidak dihentikan, Lee mengklaim akan mendapat bonus Rp 360 miliar pada 2013. Karena komisi yang tidak dibayar pula, Hartono dan Budiman mengaku punya piutang kepada Prudential masing-masing Rp 347 juta dan Rp 21 juta.

Setelah memeriksa perkara, Hakim Putu Supadmi menilai ketiga penggugat itu memang benar-benar memiliki piutang. Khusus untuk Lee, piutang yang bisa dibuktikan dan jatuh tempo pada Desember lalu hanya Rp 1,43 miliar. Toh, jumlah segitu pun telah cukup sebagai alasan untuk memailitkan Prudential. Soalnya, dalam Undang-Undang No. 4/1998 memang tidak diatur soal jumlah utang sebuah perusahaan yang pantas dipailitkan. Hanya ditegaskan dalam Pasal 1 (Ayat 1): debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.

Pengacara Prudential Life, Ricardo Simanjuntak, menilai vonis pailit yang dijatuhkan hakim tidak dipertimbangkan dengan matang. "Saya melihat putusan majelis sangat tergesa-gesa. Perkara utang yang tidak sederhana ternyata diputuskan dengan begitu saja," katanya.

Sang pengacara menggambarkan bahwa sengketa Prudential dengan agennya cukup pelik. Perusahaan asuransi ini memutuskan kontrak perjanjian dengan Lee karena ada pelanggaran kesepakatan. "Lee melakukan aktivitas di luar perjanjian, yaitu melakukan bisnis multilevel marketing melalui jalur yang dibuat," katanya. Jadi, di mata Ricardo, justru kliennya yang dirugikan kendati tidak sampai menuntut. Tapi tudingan itu dibantah Lucas, pengacara Lee. Menurut Lucas, tuduhan itu tak pernah bisa dibuktikan. "Tuduhan itu hanya intrik antar-agen untuk menyingkirkan Lee," katanya kepada Thomas Hadiwinata dari TEMPO.

Kini Prudential sedang mengkaji seluruh kewajiban dan hak yang diatur dalam perjanjian. "Lee tak melakukan pekerjaan sesuai dengan perjanjian. Sementara prestasinya masih ada. Masalah ini seharusnya bukan wewenang pengadilan niaga, melainkan pengadilan negeri," ujar Ricardo. Untuk soal ini, Lucas mempersilakan Prudential membawa kasus ini ke pengadilan mana pun. Tapi kata Lucas, yang jelas, dalam kasus di pengadilan niaga, Prudential sudah dinyatakan pailit.

Prudential dikenal sebagai perusahaan asuransi dari Inggris yang cukup ternama. Perusahaan ini mengelola dana US$ 300 miliar di seluruh dunia. Tak mengherankan jika pihak Kedutaan Besar Inggris di Jakarta ikut bereaksi atas putusan tersebut. Lewat pernyataan pers, juru bicara kedutaan ini menyatakan bahwa vonis pailit kurang berdasar karena kondisi keuangan Prudential sangat kuat. "Kami sangat prihatin dengan kasus ini," katanya.

Sebagian besar saham PT Prudential Life Assurance dimiliki oleh Prudential Plc., perusahaan jasa keuangan yang didirikan di London pada 1848. Prudential mulai beroperasi di Indonesia pada 1995. Memiliki 230 karyawan dan lebih dari 8.000 tenaga pemasaran, perusahaan ini mampu mengumpulkan premi lebih dari Rp 1 triliun pada tahun lalu. Itu sebabnya Prudential masih berani menanggung klaim nasabah, kendati telah dipailitkan. "Kami menjanjikan kepada para nasabah bahwa pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga Jakarta tak akan mempengaruhi polis nasabah," ujar Nini Sumohandoyo, juru bicara Prudential.

Atas putusan pengadilan niaga, Presiden Direktur Prudential Life Assurance, Charlie E. Oropeza, menyatakan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Selain itu, tim dari kantor Prudential Plc. Hong Kong dan Inggris mendatangi Direktorat Asuransi Departemen Keuangan RI, meminta kejelasan penyelesaian masalah ini. Hasilnya? Menurut Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Darmin Nasution, tanpa mencampuri urusan hukum, pemerintah akan menyiapkan langkah penyelesaian kasus ini. "Kami meminta Prudential agar menyiapkan kasasi sebelum habis waktunya," katanya.

Kejadian serupa juga pernah menimpa PT Manulife pada 2002. Perusahaan ini juga sempat mendapat "ketukan mematikan" dari pengadilan niaga alias dipailitkan, kendati putusan ini akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Buat mencegah terulangnya kasus Manulife, pemerintah telah menyiapkan rancangan undang-undang kepailitan untuk mengoreksi Undang-Undang No. 4/1998. Dalam rancangan itu, pengadilan tidak bisa lagi menyatakan pailit terhadap perusahaan semacam asuransi. Keputusan semacam ini akan menjadi kewenangan pemerintah lewat Menteri Keuangan. Sudah disodorkan ke parlemen beberapa bulan silam, tapi rancangan ini belum juga dibahas sampai akhirnya muncul kasus Prudential.

"Seharusnya pembahasannya menjadi prioritas, karena menyangkut kepentingan ekonomi," kata Abdul Gani Abdullah, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Bahkan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra, menurut Gani, mengancam akan menjadikan rancangan tersebut sebagai peraturan pengganti undang-undang (perpu) jika tidak segera dibahas DPR.

Sebelum muncul perusahaan ketiga yang menjadi korban, selayaknya aturan kepailitan segera dibenahi. Ahmad Taufik, Edy Can (Tempo News Room)

Mengulas Aturan Pemailitan

SEMPAT ditelantarkan selama sekitar dua tahun, akhirnya disentuh juga oleh parlemen. Mereka kini mulai membahas revisi Undang-Undang No. 4/1998 tentang Kepailitan. Perbaikan dipicu oleh dua perkara yang menghebohkan: Asuransi Jiwa Manulife dan Prudential. Keduanya dipailitkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, kendati putusan ini ujungnya dikoreksi oleh Mahkamah Agung. Penggodokan rancangan perubahan atas beleid tersebut dilakukan oleh Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, dan ditargetkan selesai pada pertengahan bulan depan. "Kami sudah bergerak cepat. Sekarang seluruh masukan dari pemerintah dan fraksi-fraksi sudah terkumpul," ujar Faisal Baasyir, Wakil Ketua Komisi IX. Kecaman sempat datang dari Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) gara-gara pembahasan dilakukan oleh komisi yang membidangi urusan ekonomi.

Semestinya, rancangan itu di Komisi II, yang mengurusi masalah hukum. Menghadapi kritikan ini, Baasyir berjanji akan melibatkan anggota Komisi II dalam pembahasan. Hal terpenting yang dikoreksi dari undang-undang tersebut tak lain menyangkut tata cara pengajuan kepailitan. Dalam Undang-Undang No. 4/1998, pengajuan pailit hanya diatur untuk perusahaan bukan bank, perusahaan bank, dan perusahaan efek, sementara untuk perusahaan pengumpul dana publik seperti perusahaan asuransi, reasuransi, dan dana pensiun belum dicantumkan. Akibatnya, perusahaan asuransi dianggap sebagai perusahaan bukan bank biasa yang pengajuan pailitnya bisa dilakukan oleh kreditor perorangan. Inilah yang terjadi pada Asuransi Jiwa Manulife dan Prudential.

Biar kasus itu tak terulang, pemerintah menambahkan satu ayat dalam tata cara pengajuan pailit. Dalam Pasal 2 Ayat (5) rancangan tersebut dinyatakan dengan jelas: "Dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, atau dana pensiun, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan." Klausul baru tersebut cukup melegakan kalangan pengusaha asuransi. Bagaimanapun, menurut Ketua Dewan Asuransi Indonesia, Hotbonar Sinaga, perusahaan asuransi tidak bisa disamakan dengan perusahaan biasa. Soalnya, yang dikelola adalah dana publik yang jumlahnya banyak. Jadi, "Perusahaan asuransi atau dana pensiun tidak bisa begitu saja dipailitkan seperti perusahaan jasa non-keuangan," ujarnya. Dia juga menilai Departemen Keuangan yang paling layak mengajukan permohonan pailit ke pengadilan niaga. Tak hanya itu.

Pengertian "utang" dalam rancangan revisi undang-undang tersebut juga diperjelas. Soalnya, gara-gara definisi utang yang tak jelas, muncul banyak putusan pengadilan yang kontroversial. Dalam kasus Prudential, misalnya, majelis hakim mengabulkan permohonan pailit Lee Boon Song karena sengketa ihwal pemutusan kontrak keagenan. "Kewajiban" Prudential terkait dengan pemutusan kontrak ini dianggap sebagai utang. "Hal ini terjadi karena tidak jelasnya definisi utang," ujar Denny Kailimang, Ketua AAI. Nah, dalam rancangan dicantumkan definisi yang gamblang. Disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (4): "Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari (kontinjen), yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor." Di mata Herni Sri Nurhayati, peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, definisi tersebut sudah cukup bagus. Selama ini definisi utang hanya diartikan secara sempit. "Definisi yang ada dalam rancangan itu mengatur utang secara luas," kata Herni. Hanya, ia mengingatkan, peraturan sebaik apa pun tanpa penegakan hukum yang tegas tetap tidak akan berarti. Juli Hantoro, Anastasya (Tempo News Room)

Refrensi :

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2004/06/14/HK/mbm.20040614.HK92079.id.html

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2004/05/03/HK/mbm.20040503.HK91043.id.html

http://finance.groups.yahoo.com/group/SSR-Klub/message/497

Selasa, 01 Mei 2012

PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dalam Kontroversi Kasus Pemailitan


Musim perusahaan asuransi digugat ke pengadilan rupanya belum usai. Setelah PT Prudential Life Assurance dinyatakan pailit, kini giliran PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) menghadapi gugatan perdata di PN Jakarta Pusat. Berdasarkan catatan hukumonline, antara tahun 2001-2002 AJMI sempat menghadapi serangkaian permohonan pailit di Pengadilan Niaga. Artinya, bagi AJMI berperkara di pengadilan bukanlah hal yang baru.

PT.AJMI adalah suatu perusahaan asuransi yang didirikan oleh Manulife Financial Corporation (Manulife) dari Kanada dengan saham 51 %,Dharmala Sakti Sejahtera,TBK. Dengan saham 40% dan International Finance Corporation (IFC) dengan saham sebesar 9%. Manulife adalah perusahaan publik yang besar di Kanada, sedangkan IFC adalah suatu perusahaan milik dana pensiun karyawan World Bank.

Permohonan kepailitan PT.AJMI diajukan oleh PT.Dharmala Sakti Sejahtera.TBK (PT.DSS), dengan alasan tidak membayar deviden keuntungan perusahaan tahun 1998. PT.AJMI dimohonkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk dinyatakan pailit oleh PT.DSS yang pada tahun 1998 memiliki 40% saham PT.AJMI, sesudah PT.DSS pailit, saham PT.AJMI miliknya dilelang dan dibeli oleh manulife. Alasan PT.DSS mempailitkan PT.AJMI adalah dengan dinyatakan PT.AJMI pailit, segala sesuatu yang menyangkut pengurusan harta kekayaan PT.DSS (sebagai debitor pailit) sepenuhnya dilakukan oleh Kurator.

PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) menghadapi gugatan perdata di PN Jakarta Pusat.antara tahun 2001-2002 AJMI sempat menghadapi serangkaian permohonan pailit di Pengadilan Niaga. Artinya, bagi AJMI berperkara di pengadilan bukanlah hal yang baru.PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk (DSS/dalam pailit), yang diwakili kuratornya, merasa bahwa mereka berhak mendapatkan pembagian dividen dari AJMI di tahun 1999. Pasalnya, berdasarkan akta perjanjian usaha patungan 10 Juni 1988, DSS adalah pemegang 40 persen saham AJMI. Di perjanjian yang sama, dinyatakan bahwa DSS berhak mendapat pembagian dividen sebesar 40 persen dari laba atau surplus yang diperoleh AJMI sesuai dengan laporan keuangan.

Adapun hal-hal yang mengakibatkan kontroversi putusan pailit PT AJMI adalah PT AJMI yang memiliki posisi keuangan per Maret 2000: Aset yang diakui Rp 1,812 miliar, kewajiban Rp 1,596 miliar, tingkat solvensi Rp 216 miliar dinyatakan pailit atas dasar tuntutan yang besarnya Rp 32 miliar. Dapatkah bila aktiva yang lebih besar dari pasiva dipailitkan oleh Kreditor? Kemudian apa yang dituntutkan oleh Kurator PT. DSS adalah klaim atas hak pembayaran dividen pada tahun 1999. Permasalahannya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. AJMI tahun 1999 telah diputuskan, PT. AJMI tidak akan melakukan pembayaran dividen, dalam rangka meningkatkan Rasio Kecukupan Modal/Risk Base Capital (RBC).

DSS yang dinyatakan pailit pada September 2000, mengklaim mereka berhak mendapatkan pembagian dividen AJMI untuk tahun buku 1999 plus dividen antara Januari-September 2000. Sampai dengan gugatan ini didaftarkan, akan tetapi AJMI tak kunjung membayar dividen tersebut.

Dalam gugatannya, DSS mengklaim AJMI harus membayar lebih dari Rp164 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari :

1. pembagian dividen tahun buku 1999 plus bunga selama 4 tahun 4 bulan,

2. ditambah dividen Januari-September 2000,

3. beserta bunga selama 3 tahun 4 bulan.

Untuk memperkuat dasar gugatannya, kurator DSS di dalam gugatan juga menyinggung-nyinggung putusan PN Niaga dan kasasi perkara kepailitan AJMI. Di putusan PN Niaga yang menyatakan AJMI pailit, kurator DSS menyatakan bahwa ada pertimbangan hukum yang menyatakan kalau utang AJMI belum dibayar kepada DSS.

kuasa hukum AJMI, menyatakan bahwa kurator DSS tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan. Pasalnya, saham AJMI yang dulu dimiliki DSS sudah dikuasai oleh Manufacturer Life Insurance. keputusan untuk tidak membagikan dividen AJMI tahun 1999 ke pemegang sahamnya, termasuk ke DSS, adalah keputusan RUPS. Menurutnya, keputusan RUPS untuk menunda pembagian dividen lantaran AJMI harus memenuhi ketentuan Risk Based Capital (RBC) yang berlaku untuk perusahaan asuransi.

refrensi :
http://www.researchgate.net/publication/42354280_Hukum_Kepailitan_Dalam_Kontroversi_Kasus_Pemailitan_(Studi_Kasus_PT._Asuransi_Jiwa_Manulife_Indonesia http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol10583/kasus-manulife-kembali-muncul-ke-permukaan http://eprints.undip.ac.id/17889/1/ISNANDAR_SYAHPUTRA_NASUTION.pdf

Sabtu, 24 Maret 2012

FENOMENA IFRS DI INDONESIA

Kenapa Indonesia harus beralih ke IFRS (International Financial Reporting Standard)? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan IFRS?

IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).

Saat ini IFRS telah digunakan lebih dari 100 negara, berlaku untuk semua negara di Uni Eropa pada tahun 2005. Brasil, Kanada dan India telah mengumumkan kewajiban untuk menggunakan IFRS bagi perusahaan-perusahaan yang berlokasi di negara tersebut. Pada tahun 2011 diperkirakan semua negara besar sudah mengadopsi IFRS dengan berbagai variasinya, China dan Jepang secara substansi akan menyesuaiakan dengan IFRS dan perusahaan go public di Amerika Serikat akan mempunyai pilihan apakan menggunakan IFRS atau US GAAP.

Struktur IFRS ( International Financial Reporting Standard ) mencakup:
• International Financial ReportingStandards (IFRS) – standar yang di terbitkan setelah tahun 2001
• International Accounting Standards (IAS) –standar yang diterbitkan sebelum tahun2001
• Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) –setelah tahun 2001
• Interpretations yang diterbitkan olehStanding Interpretations Committee (SIC).

Tujuan IFRS adalah : memastikan bahwa laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan
2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

Manfaat dari adanya suatu standard global:
1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal
2. investor dapat membuat keputusan yang lebih baik
3. perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi
4. gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.

Di dunia internasional, IFRS telah diadopsi oleh banyak negara, termasuk negara-negara Uni Eropa, Afrika, Asia,Amerika Latin dan Australia. Di kawasan Asia, HongKong, Filipina dan Singapura pun telah mengadopsinya.Sejak 2008, diperkirakan sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan mempresentasikan laporan keuangannya.

Munculnya IFRS tak bisa lepas dari perkembangan global, terutama yang terjadi pada pasar modal. perkembangan teknologi informasi (TI) di lingkungan pasar yang terjadi begitu cepat dengan sendirinya berdampak pada banyak aspek di pasar modal, mulai dari model dan standar pelaporan keuangan, relativisme jarak dalam pergerakan modal, hingga ketersediaan jaringan informasi ke seluruh dunia.

Dengan kemajuan dan kecanggihan TI pasar modal jutaan atau bahkan miliaran investasi dapat dengan mudah masuk ke lantai pasar modal di seluruh penjuru dunia. Pergerakan mereka tak bisa dihalangi teritori negara. Perkembangan yang mengglobal seperti ini dengan sendirinya menuntut adanya satu standar akuntansi yang dibutuhkan baik oleh pasar modal atau lembaga yang memiliki agency problem.

IASC dibentuk pada 1973 oleh badan-badan atau asosiasi-asosiasi profesi dari negara-negara Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Meksiko, Belanda, dan Inggris. Komite ini kemudian menyepakati standar akuntansi internasional yang dikenal sebagai IAS. Inilah yang menjadi cikal bakal munculnya IFRS. Agency Problem adalah masalah jarak antara Principle dan agent yang dalam relasi membutuhkan jembatan antara pemilik dan buruh atau pekerja yang disebut agency relation, yaitu informasi. Informasi adalah berupa laporan tentang aset, resources, dan lainnya yang berhubungan dengan keadaan perusahaan yang dibuat oleh agent dan diserahkan kepada principles (pemilik). Biaya yang dikeluarkan untuk menjaga hubungan baik antara principles dan agent disebut agency cost. Fenomena inilah yang kemudian mendorong International Accounting Standard Boards (IASC) melakukan percepatan harmonisasi standar akuntansi internasional melalui apa yang disebut IFRS.

Sejarahnya pun cukup panjang dan berliku. Pada 1982, International Financial Accounting Standard (IFAC) mendorong IASC sebagai standar akuntansi global. Hal yang sama dilakukan Federasi Akuntan Eropa pada 1989. Pada 1995, negara-negara Uni Eropa menandatangani kesepakatan untuk menggunakan IAS. Setahun kemudian, US-SEC (Badan Pengawas Pasar Modal AS) berinisiatif untuk mulai mengikuti GAS. Pada 1998 jumlah anggota IFAC/IASC mencapai 140 badan/asosiasi yang tersebar di 101 negara. Akhirnya, pertemuan menteri keuangan negara-negara yang tergabung dalam G-7 dan Dana Moneter Internasional pada 1999 menyepakati dilakukannya penguatan struktur keuangan dunia melalui IAS. Pada 2001, dibentuk IASB sebagai IASC. Tujuannya untuk melakukan konvergensi ke GAS dengan kualitas yang meliputi prinsip-prinsip laporan keuangan dengan standar tunggal yang transparan, bisa dipertanggung jawabkan, comparable, dan berguna bagi pasar modal. Pada 2001, IASC, IASB dan SIC mengadopsi IASB. Pada 2002, FASB dan IASB sepakat untuk melakukan konvergensi standar akuntansi US GAAP dan IFRS. Langkah itu untuk menjadikan kedua standar tersebut menjadi compatible.

KONVERGENSI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ( SAK ) MENUJU IFRS

Dua puluh Sembilan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) masuk dalam program konvergensi IFRS yang dicanangkan DSAK IAI tahun 2009 dan 2010.

“Sasaran konvergensi IFRS yang telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012,” demikian disampaikan Ketua DSAK IAI Rosita Uli Sinaga pada Public Hearing Eksposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan, di Jakarta Kamis 20 Agustus 2009 lalu.

Program konvergensi DSAK selama tahun 2009 adalah sebanyak 12 Standar, yang meliputi:
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
3. IAS 27 Consolidated and separate financial statements
4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
5. IAS 28 Investments in associates
6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
7. IFRS 8 Operating segment
8. IAS 31 Interests in joint ventures
9. IAS 1 Presentation of financial
10.IAS 36 Impairment of assets
11.IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent asset
12.IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates and errors

Program konvergensi DSAK selama tahun 2010 adalah sebanyak 17 Standar sebagai berikut:
1. IAS 7 Cash flow statements
2. IAS 41 Agriculture
3. IAS 20 Accounting for government grants and disclosure of government assistance
4. IAS 29 Financial reporting in hyperinflationary economies
5. IAS 24 Related party disclosures
6. IAS 38 Intangible Asset
7. IFRS 3 Business Combination
8. IFRS 4 Insurance Contract
9. IAS 33 Earnings per share
10.IAS 19 Employee Benefits
11.IAS 34 Interim financial reporting
12.IAS 10 Events after the Reporting Period
13.IAS 11 Construction Contracts
14.IAS 18 Revenue
15.IAS 12 Income Taxes
16.IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources
17.IAS 26 Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plan.

Program Kerja DSAK lainnya yaitu: Mencabut PSAK yang sudah tidak relevan karena mengadopsi IFRS; Mencabut PSAK Industri; Mereformat PSAK yang telah diadopsi dari IFRS dan diterbitkan sebelum 2009; Melakukan kodifikasi penomoran PSAK dan konsistensi penggunaan istilah; Mengadopsi IFRIC dan SIC per 1 January 2009; Memberikan komentar dan masukan untuk Exposure Draft dan Discussion Paper IASB; Aktif berpartisipasi dalam berbagai pertemuan organisasi standard setter, pembuat standar regional/internasional; serta Menjalin kerjasama lebih efektif dengan regulator, asosiasi industri dan universitas dalam rangka konvergensi IFRS. (sumber: Ikatan Akuntan Indonesia).

Menuju Penerapan IFRS di Indonesia Tahun 2012

Kegiatan yang dihadiri oleh penyusun standar akuntansi keuangan, pembuat kebijakan, regulator dan pemerintah dibuka langsung oleh Wakil Presiden RI, Boediono. Dalam kata sambutan pembukaan The 5th IFRS Regional Policy Forum yang berlangsung di Discovery Kartika Hotel, Bali (23 sampai dengan 26 Mei 2011), ia meminta kepada seluruh pembuat kebijakan di Indonesia untuk mendukung konvergensi IFRS. Menurut Boediono, konvergensi ke IFRS bukan hanya merupakan isu di bidang akuntansi saja tetapi lebih kepada tujuan utama dari konvergensi IFRS yaitu untuk meningkatkan kualitas dan transparansi pelaporan keuangan dari seluruh perusahaan yang ada di Indonesia.
“Saya senang konvergensi IFRS didukung oleh para pembuat kebijakan di Indonesia seperti Bappepam-LK, Bank Indonesia, dan Kementerian BUMN diantaranya dengan mendorong penerapan IFRS-Based GAAP. “ tegasnya. Ia berharap agar langkah ini diikuti oleh para pembuat kebijakan lainnya di Indonesia sehingga para pelaku bisnis di Indonesia dapat menikmati manfaat dari sinergitas tersebut.

Ia juga menyadari bahwa konvergensi Standar Akuntansi Indonesia ke IFRS bukan hal yang mudah, tetapi dengan dukungan dan komitmen semua pihak, langkah konvergensi IFRS akan berhasil. “Semua sektor bisnis di Indonesia harus mempersiapkan diri untuk penerapan IFRS,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPN Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Prof Mardiasmo, juga mengatakan bahwa kegiatan ini sangat penting dan strategis untuk Indonesia karena kita bisa menceritakan kepada dunia bagaimana perkembangan konvergensi IFRS di Indonesia. “Indonesia mendapat kehormatan sebagai tuan rumah diselenggarakannya The 5th Regional Policy Forum,” tegas Mardiasmo.

Menurutnya, Indonesia melalui IAI telah berkomitmen untuk mengadopsi IFRS pada tahun 2012. Ia yakin dengan dukungan semua pihak termasuk seluruh undangan, IAI dapat menyelesaikan konvergensi IFRS pada tahun 2012.

Sementara itu, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, dalam kata sambutannya juga menyampaikan appresiasinya kepada penyelenggara dengan diberikannya kepercayaan kepada Kota Bali sebagai tempat diselenggarakannya The 5th Regional Policy Forum. Ia berharap forum yang dihadiri lebih dari 300 peserta dari 21 negara ini dapat menghasilkan pernyataan bersama (communique) yang dapat memperkuat komitmen konvergensi IFRS di 21 negara kawasan Asia-Oceania.

Konvergensi IFRS diakui sebagai fenomena gobal dimana semakin banyak negara-negara di dunia mengadopsi standar akuntansi internasional ini. Terlebih, negara-negara yang tergabung dalam G-20, termasuk Indonesia telah sepakat untuk melakukan konvergensi standar ke IFRS.
Beberapa topik yang menarik dibahas dalam kegiatan ini diantaranya, bagaimana peran penyusun standar akuntansi lokal akibat suatu negara telah mengadopsi standar akuntansi internasional, peran regulator pasar modal terhadap suksesnya konvergensi IFRS suatu negara. (NUK’S-HUMAS BPKP)


refrensi :

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/ifrs-3/
http://hepiprayudi.wordpress.com/tag/ifrs/
http://www.bpkp.go.id/berita/read/5907/90/Menuju-Penerapan-IFRS-di-Indonesia-Tahun-2012.bpkp
http://olivya-permata.blogspot.com/2012/03/fenomena-fenomena-ifrs-di-dunia-dan-di.html
http://www.scribd.com/doc/40773968/Definisi-Dan-Sejarah-Ifrs

Rabu, 04 Januari 2012

Etika Profesi

Tugas Softskill

1. Mengapa suatu profesi perlu Etika, Jelaskan pendapat saudara !

Jawab : suatu profesi selain harus bertindak profesinalisme, juga harus memiliki etika. dari pengertian etika itu sendiri merupakan suatu dasar pedoman bagi manusia dalam berssikap dan berprilaku dimana didalamnya berisi garis besar nilai moral dan norma yang mengatur kehidupan manusia agar lebih teratut. tanpa adanya etika berarti setiap orang akan melakukan tindakan - tindakan yang tidak menyenangkan, maka dari itu suatu profesi memerlukan etika.

2. Apa yang anda ketahui tentang IAI ( ikatan akuntan indonesia ), jelaskan dengan singkat dan padat !

Jawab : IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) adalah wadah organisasi profesi akuntan Indonesia yang diakui pemerintah.
anggota IAI dapat dibagi menjadi :

a. anggota individu : terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa dan anggota kehormatan.
- anggota biasa merupakan pemegang gelar akuntan atau sebutan akuntan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan pemegang sertifikat profesi akuntan yang diakui oleh IAI
- anggota luar biasa merupakan sarjana ekonomi jurusan akuntansi atau yang serupa sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan profesi akuntan.
- anggota kehormatan merupakan warga negara Indonesia yang telah berjasa bagi perkembangan profesi akuntan di Indonesia.

b. anggota assosiasi : pada saat ini IAI telah memiliki satu anggota Asosiasi yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang sebelumnya tergabung dalam IAI sebagai Kompartemen Akuntan Publik.

c. anggota perusahaan : Perusahaan pengguna jasa profesi akuntan sebagai corporate member. Pada akhir tahun 2007, jumlah corporate member mencapai 72 perusahaan, baik perusahaan terbuka maupun tertutup.

d. anggota junior : IAI juga membuka keanggotaan selain para akuntan, yaitu para mahasiswa akuntansi yang tergabung dalam junior member.



Refrensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Akuntan_Indonesia