Sejak bergulirnya reformasi hingga April 2004, sudah ada empat perusahaan asuransi yang dipailitkan terdiri dari tiga perusahaan asuransi jiwa dan satu asuransi umum. Dari keempat perusahaan asuransi tersebut, dua merupakan perusahaan patungan, yang nota bene sehat alias "solvent" dan dua perusahaan asuransi lokal yang memang "insolvent".
Juli 2002 perusahaan asuransi jiwa patungan Kanada dengan Indonesia (Manulife) dipailitkan oleh pemegang saham lokalnya. Kini perusahaan asuransi jiwa Prudential Life Assurance yang berasal dari Inggris, dipailitkan oleh konsultan keagenannya.
Kedua kreditur perusahaan asuransi jiwa tersebut (Manulife dan Prudential) yang meminta Pengadilan Niaga untuk mempailitkan perusahaan adalah bukan pemegang polis dan kasus ini tidak ada hubungannya dengan wanprestasi perusahaan asuransi yang tidak membayar kewajibannya dalam bentuk klaim asuransi.
Ketukan Palu Hakim Yang Mematikan
Kemelut dipicu oleh ketukan palu yang diayunkan oleh Ketua Majelis Hakim Putu Supadmi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu. Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan gugatan pailit terhadap PT Prudential Life Assurance. Alasannya, perusahaan ini terbukti mempunyai utang Rp 1,43 miliar yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Konsekuensi dari putusan hakim, pengoperasian Prudential lalu diserahkan ke kurator.
Kurator Yuhelson, yang ditunjuk oleh hakim, pun langsung membuat keputusan yang mengejutkan. Ia segera menghentikan aktivitas Prudential dan meminta pihak Bank Indonesia sekaligus badan pasar modal supaya membekukan rekening dan aset perusahaan ini. Sebuah langkah yang menimbulkan reaksi keras tak hanya dari pihak Prudential, tapi juga para nasabahnya.
Akhirnya, Kamis pekan lalu Hakim Pengawas Binsar Siregar buru-buru menetapkan: kantor Prudential harus tetap buka agar tak menimbulkan keguncangan ekonomi. "Seluruh nasabah pemegang polis, karyawan, dan agen juga dapat menjalankan hak dan kewajibannya sebagaimana keadaan sebelum dipailitkan," kata Binsar. Ia pun meminta agar perintah pembekuan rekening Prudential dibatalkan.
Selesaikah persoalan? Belum. Soalnya, Prudential Life tetap saja dalam status dipailitkan. Pengadilan semestinya tidak bisa menyatakan sebuah perusahaan pailit, karena bisa merusak perekonomian. Apalagi, jumlah utang yang ditanggung Prudential tak sebanding dengan aset yang dimiliki perusahaan ini yang mencapai triliunan rupiah. Putusan itu muncul karena Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 masih memberikan peluang kepada hakim, dan sampai kini belum direvisi.
Gugatan pailit merupakan buntut perseteruan Prudential dengan agen asuransi, yakni Lee Boon Siong, Hartono Hojana, dan Budiman. Lee, seorang warga negara Malaysia, merasa dirugikan oleh Prudential karena bonusnya selama bekerja sama dengan perusahaan ini tidak dibayar. Duit yang dituntut meliputi bonus pencapaian target, rekrutmen anggota, konsistensi dan biaya perjalanan, yang totalnya mencapai Rp 10 miliar. Bahkan, kalau perjanjian tidak dihentikan, Lee mengklaim akan mendapat bonus Rp 360 miliar pada 2013. Karena komisi yang tidak dibayar pula, Hartono dan Budiman mengaku punya piutang kepada Prudential masing-masing Rp 347 juta dan Rp 21 juta.
Setelah memeriksa perkara, Hakim Putu Supadmi menilai ketiga penggugat itu memang benar-benar memiliki piutang. Khusus untuk Lee, piutang yang bisa dibuktikan dan jatuh tempo pada Desember lalu hanya Rp 1,43 miliar. Toh, jumlah segitu pun telah cukup sebagai alasan untuk memailitkan Prudential. Soalnya, dalam Undang-Undang No. 4/1998 memang tidak diatur soal jumlah utang sebuah perusahaan yang pantas dipailitkan. Hanya ditegaskan dalam Pasal 1 (Ayat 1): debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.
Pengacara Prudential Life, Ricardo Simanjuntak, menilai vonis pailit yang dijatuhkan hakim tidak dipertimbangkan dengan matang. "Saya melihat putusan majelis sangat tergesa-gesa. Perkara utang yang tidak sederhana ternyata diputuskan dengan begitu saja," katanya.
Sang pengacara menggambarkan bahwa sengketa Prudential dengan agennya cukup pelik. Perusahaan asuransi ini memutuskan kontrak perjanjian dengan Lee karena ada pelanggaran kesepakatan. "Lee melakukan aktivitas di luar perjanjian, yaitu melakukan bisnis multilevel marketing melalui jalur yang dibuat," katanya. Jadi, di mata Ricardo, justru kliennya yang dirugikan kendati tidak sampai menuntut. Tapi tudingan itu dibantah Lucas, pengacara Lee. Menurut Lucas, tuduhan itu tak pernah bisa dibuktikan. "Tuduhan itu hanya intrik antar-agen untuk menyingkirkan Lee," katanya kepada Thomas Hadiwinata dari TEMPO.
Kini Prudential sedang mengkaji seluruh kewajiban dan hak yang diatur dalam perjanjian. "Lee tak melakukan pekerjaan sesuai dengan perjanjian. Sementara prestasinya masih ada. Masalah ini seharusnya bukan wewenang pengadilan niaga, melainkan pengadilan negeri," ujar Ricardo. Untuk soal ini, Lucas mempersilakan Prudential membawa kasus ini ke pengadilan mana pun. Tapi kata Lucas, yang jelas, dalam kasus di pengadilan niaga, Prudential sudah dinyatakan pailit.
Prudential dikenal sebagai perusahaan asuransi dari Inggris yang cukup ternama. Perusahaan ini mengelola dana US$ 300 miliar di seluruh dunia. Tak mengherankan jika pihak Kedutaan Besar Inggris di Jakarta ikut bereaksi atas putusan tersebut. Lewat pernyataan pers, juru bicara kedutaan ini menyatakan bahwa vonis pailit kurang berdasar karena kondisi keuangan Prudential sangat kuat. "Kami sangat prihatin dengan kasus ini," katanya.
Sebagian besar saham PT Prudential Life Assurance dimiliki oleh Prudential Plc., perusahaan jasa keuangan yang didirikan di London pada 1848. Prudential mulai beroperasi di Indonesia pada 1995. Memiliki 230 karyawan dan lebih dari 8.000 tenaga pemasaran, perusahaan ini mampu mengumpulkan premi lebih dari Rp 1 triliun pada tahun lalu. Itu sebabnya Prudential masih berani menanggung klaim nasabah, kendati telah dipailitkan. "Kami menjanjikan kepada para nasabah bahwa pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga Jakarta tak akan mempengaruhi polis nasabah," ujar Nini Sumohandoyo, juru bicara Prudential.
Atas putusan pengadilan niaga, Presiden Direktur Prudential Life Assurance, Charlie E. Oropeza, menyatakan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Selain itu, tim dari kantor Prudential Plc. Hong Kong dan Inggris mendatangi Direktorat Asuransi Departemen Keuangan RI, meminta kejelasan penyelesaian masalah ini. Hasilnya? Menurut Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Darmin Nasution, tanpa mencampuri urusan hukum, pemerintah akan menyiapkan langkah penyelesaian kasus ini. "Kami meminta Prudential agar menyiapkan kasasi sebelum habis waktunya," katanya.
Kejadian serupa juga pernah menimpa PT Manulife pada 2002. Perusahaan ini juga sempat mendapat "ketukan mematikan" dari pengadilan niaga alias dipailitkan, kendati putusan ini akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Buat mencegah terulangnya kasus Manulife, pemerintah telah menyiapkan rancangan undang-undang kepailitan untuk mengoreksi Undang-Undang No. 4/1998. Dalam rancangan itu, pengadilan tidak bisa lagi menyatakan pailit terhadap perusahaan semacam asuransi. Keputusan semacam ini akan menjadi kewenangan pemerintah lewat Menteri Keuangan. Sudah disodorkan ke parlemen beberapa bulan silam, tapi rancangan ini belum juga dibahas sampai akhirnya muncul kasus Prudential.
"Seharusnya pembahasannya menjadi prioritas, karena menyangkut kepentingan ekonomi," kata Abdul Gani Abdullah, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Bahkan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra, menurut Gani, mengancam akan menjadikan rancangan tersebut sebagai peraturan pengganti undang-undang (perpu) jika tidak segera dibahas DPR.
Sebelum muncul perusahaan ketiga yang menjadi korban, selayaknya aturan kepailitan segera dibenahi. Ahmad Taufik, Edy Can (Tempo News Room)
Mengulas Aturan Pemailitan
SEMPAT ditelantarkan selama sekitar dua tahun, akhirnya disentuh juga oleh parlemen. Mereka kini mulai membahas revisi Undang-Undang No. 4/1998 tentang Kepailitan. Perbaikan dipicu oleh dua perkara yang menghebohkan: Asuransi Jiwa Manulife dan Prudential. Keduanya dipailitkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, kendati putusan ini ujungnya dikoreksi oleh Mahkamah Agung. Penggodokan rancangan perubahan atas beleid tersebut dilakukan oleh Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, dan ditargetkan selesai pada pertengahan bulan depan. "Kami sudah bergerak cepat. Sekarang seluruh masukan dari pemerintah dan fraksi-fraksi sudah terkumpul," ujar Faisal Baasyir, Wakil Ketua Komisi IX. Kecaman sempat datang dari Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) gara-gara pembahasan dilakukan oleh komisi yang membidangi urusan ekonomi.
Semestinya, rancangan itu di Komisi II, yang mengurusi masalah hukum. Menghadapi kritikan ini, Baasyir berjanji akan melibatkan anggota Komisi II dalam pembahasan. Hal terpenting yang dikoreksi dari undang-undang tersebut tak lain menyangkut tata cara pengajuan kepailitan. Dalam Undang-Undang No. 4/1998, pengajuan pailit hanya diatur untuk perusahaan bukan bank, perusahaan bank, dan perusahaan efek, sementara untuk perusahaan pengumpul dana publik seperti perusahaan asuransi, reasuransi, dan dana pensiun belum dicantumkan. Akibatnya, perusahaan asuransi dianggap sebagai perusahaan bukan bank biasa yang pengajuan pailitnya bisa dilakukan oleh kreditor perorangan. Inilah yang terjadi pada Asuransi Jiwa Manulife dan Prudential.
Biar kasus itu tak terulang, pemerintah menambahkan satu ayat dalam tata cara pengajuan pailit. Dalam Pasal 2 Ayat (5) rancangan tersebut dinyatakan dengan jelas: "Dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, atau dana pensiun, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan." Klausul baru tersebut cukup melegakan kalangan pengusaha asuransi. Bagaimanapun, menurut Ketua Dewan Asuransi Indonesia, Hotbonar Sinaga, perusahaan asuransi tidak bisa disamakan dengan perusahaan biasa. Soalnya, yang dikelola adalah dana publik yang jumlahnya banyak. Jadi, "Perusahaan asuransi atau dana pensiun tidak bisa begitu saja dipailitkan seperti perusahaan jasa non-keuangan," ujarnya. Dia juga menilai Departemen Keuangan yang paling layak mengajukan permohonan pailit ke pengadilan niaga. Tak hanya itu.
Pengertian "utang" dalam rancangan revisi undang-undang tersebut juga diperjelas. Soalnya, gara-gara definisi utang yang tak jelas, muncul banyak putusan pengadilan yang kontroversial. Dalam kasus Prudential, misalnya, majelis hakim mengabulkan permohonan pailit Lee Boon Song karena sengketa ihwal pemutusan kontrak keagenan. "Kewajiban" Prudential terkait dengan pemutusan kontrak ini dianggap sebagai utang. "Hal ini terjadi karena tidak jelasnya definisi utang," ujar Denny Kailimang, Ketua AAI. Nah, dalam rancangan dicantumkan definisi yang gamblang. Disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (4): "Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari (kontinjen), yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor." Di mata Herni Sri Nurhayati, peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, definisi tersebut sudah cukup bagus. Selama ini definisi utang hanya diartikan secara sempit. "Definisi yang ada dalam rancangan itu mengatur utang secara luas," kata Herni. Hanya, ia mengingatkan, peraturan sebaik apa pun tanpa penegakan hukum yang tegas tetap tidak akan berarti. Juli Hantoro, Anastasya (Tempo News Room)
Refrensi :
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2004/06/14/HK/mbm.20040614.HK92079.id.html
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2004/05/03/HK/mbm.20040503.HK91043.id.html
http://finance.groups.yahoo.com/group/SSR-Klub/message/497
Rabu, 27 Juni 2012
Pemailitan Perusahaan Asuransi
Diposting oleh Nina Gusnedy di 07.58
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar